Langsung ke konten utama

ILMU TENTANG CINTA



Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya.
Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta?

Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu?
Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya secukupnya dan tidak berlebih). Karena sesungguhnya energi cinta itu sangat besar. Kalau kata syiar “ cinta bisa merubah duri jadi mawar, pahit jadi manis”. Memang begitu ya? Semua yang dijalani dengan cinta selalu memiliki kekuatan tersendiri. Coba deh kita telusur yang pernah kita lalu di masa-masa silam dahulu.
Tapi jika hari ini kita bicara tentang cinta pada pasangan halal (suami-istri), maka kita bicara tidak bisa dari satu sudut pandang atau dari penilaian kita semata. Rasa rasanya terlalu banyak variabel yang membarenginya ya. Tapi yang jelas, selama itu bicara dan mendatangkan kebaikan, maka cinta itu layak diperjuangkan, sepakat kan?
Sebetulnya banyak pertanyaan berseliweran dipikiran dan hatiku tentang akhir cinta dari teman-teman kita para ayah bunda kita diluar sana yang akhirnya memilih (sadar tidak sadar) menyakiti pasangan, berkhianat hingga berpisah. Kita sebagai orang luar (pengamat saja) menjadi banyak menerka-nerka ; Keliatannya sempurna bahagia lengkap,tapi ternyata ada sesuatu ya? Usia pernikahannya sudah panjang anak-anak sudah besar tapi kenapa berpisah? Bukankah ketika mereka menikah, itu keputusan sadar mereka menemukan kenyamanan, tapi kenapa begitu? Dan lain-lainnya. Pada dasarnya Semua orang sepakat bahwa setiap orang punya ujiannya amsing-masing, begitupun dengan pernikahan pasti ada ujiannya masing-masing dan barangkali berbeda satu sama lainnya. Banyaknya pertanyaan yang berseliweran dipikiran dan hatiku itu mengantarkanku pada sebuah kesimpulan bahwa mungkin cinta mereka dulunya besar, dan jelas ada hal yang membuat cinta tersebut kini tidak pada tempatnya, yaitu barangkali minimnya ilmu.

“Barangkali cintamu besar, banyak tak kekurangan. Tapi, apakah ilmumu tentang cinta mengimbanginya?”

Ya, semua hal perlu ilmunya. Ilmu tentang cinta itu luas tak berbatas rasanya. Mulai dari mengenali dan memahami diri kita sendiri, hingga mengenali diri pasangan, komunikasi, hingga bagaimana kita berakhlak baik kepada pasangan kita. Ya, barangkali kita terlalu nyaman dan merasa cukup dengan banyaknya cinta yang kita punya di awal-awal itu dan kita lupa bahwa kita harus mencari dan menjaga ilmunya. Kita lupa menjaga cinta tersebut karena kita tidak sadar bahwa cinta bisa datang dan pergi tapi keputusan kita mengambil peran baik sebagai imam dan ma’mum itu jauh lebih penting dari sekedar datang dan pergi. Kita lupa memeliharanya dan kita lupa memperbaharuinya. Barangkali sejauh ini kita sombong sehingga lupa untuk menitipkan cinta kita ini kepada Allah, karena kita memiliki banyak sekali keterbatasannya. Mungkin iya, kita terlalu sombong untuk tidak merawat cinta kita dengan do’a dan ilmunya. Kita harus lebih serius hehe.

Semoga dimampukan menjaga setiap langkah dalam kisah pernikahannya ya teman-teman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”

 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang. tapi apa harus begitu?- Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan? Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suka. A

MEMPERBAIKI HUBUNGAN DENGAN ALLAH

Kita kerap sekali menemui rasa gelisah, dan rasa gelisah itu erat kaitannya dengan emosi serta hati kita. Terkadang rasa glisah itu memang sesuai dengan realita yang sedang terjadi, tapi terkadang juga hanya lewat begitu saja. Tapi pada dasarnya setiap emosi itu adalah alarm atau pemberitahuan ataupun tanda bagi kita. Alarm apa nih maksudnya? Oke coba kita telusuri ya, kita fokus pada pembahasan gelisah dulu. Sederhananya, gelisah adalah situasi dimana kita merasa tidak tenang, kadang   kala dengan mudah kita tahu apa penyebabnya tapi kadang kala kita perlu waktu untuk mengetahui apa penyebab kegelisahan kita itu. Tapi pada dasarnya, rasa gelisah atau tidak tenang itu adalah sebuah tanda bahwa ada sesuatu yang salah bahkan ada hal yang belum tuntas. Maka ketika kita gelisah, kenalilah pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan pada kita lewat kegelisahan itu sendiri. Dan satu hal yang penting, gelisah adalah tanda bahwa kita harus semakin serius untuk memperbaiki hubungan kita d

“JADILAH APA ADANYA ‘SEORANG DEWASA”

-jadilah apa adanya dirimu, mengakui kelemahanmu, memperbaiki kesalahanmu, berkarya dengan kelebihanmu- Kita hidup sepaket dengan kelebihan dan kekurangan kita, kebaikan dan keburukan kita, dan itu melekat pada diri kita. Sehingga tidak mungkin ada seseorang mengklaim bahwa dirinya selalu baik tanpa cacat, pun mengklaim bahwa dirinya buruk tanpa lebih. Kebaikan sama halnya dengan aib memang tak perlu diumbar, tapi kita sendiri harus tepat dalam merespon kebaikan dan aib kita. Namun kita harus sadar, bahwa ada hal yang bisa dirubah, ada hal yang bisa diikhtiarkan, dan ada hal yang bisa dicapai, maka pada dasarnya kita memiliki peluang untuk memperbaiki kelemahan kita atau memperbaki kekurangan kita, sepakat gak?. Begini rumusnya : kita bongkar diri kita ( apa ya lebih dan kurangnya, kekuatan dan kelemahannya), lalu kita terima seutuhnya diri kita (terima bahwa kita punya kelemahan, dan syukuri kita punya kekuatan), selanjutnya jadilah diri terbaik kita (kalau ada yang bisa dir