Langsung ke konten utama

#SurgaYangTakDirindukan

Aku ingin menulis sesuatu, setelah aku berhasil menonton film #SurgaYangTakDirindukan.
chekidot!!
---------
Bapak : kamu yakin, dia bisa jadi imam yg baik buatmu.<br>
Anak : kalau bukan kita yang mempercayainya. Maka siapa yg akan percaya pa..<br>
Bapak : lalu, kamu percaya?
Anak : atas restu bapak...
(Lalu 2 anak manusia itupun menikah) 
----------

sebuah awal yg indah, sebelum pada akhirnya ujian tentang keikhlasan dan pengorbanan itu datang.


Aku tak habis pikir, bunda @Asma nadia bisa sebegitu brilian ide ceritanya. Aku sempat bertanya " apakah betul ada dikehidupan nyata ini,seseorang suami menikahi orang lain yg bahkan baru ia kenal tanpa izin istrinya,demi menolong dan memberi kehidupan padacalon istri k&apos;2nya tersebut? Demi memberi kehidupan pada bayi yg ada di perut calon istri k'2nya itu.

Sungguh... rasanya, masih ada cara lain. Masih ada hal yg lebih baik dilakukan selain itu. Bukankah setelah selamat, ia bisa membatalkan janjinya dgn alasan ia sudah memiliki istri? Lalu mnjelaskan dgn santun, dan memberikan pemahaman dan kehidupan dgn cara yg lain? &apos;Bukan dgn menikahinya&apos;. Atau barangkali ia bisa segera menghubungi istrinya untuk memberitahu apa yg saat ini sedang terjadi, sebelum betul menikahinya?

Kenapa harus menghancurkan rumah tangganya yg begitu damai? Kenapa harus membuat kehidupan baru didalam kehidupan yang sudah ada??<br>

(Arghhhhh... beginilah alur film. Mba Asma berhasil membuat aku gregetan. Great!!) <br>

----------
Istri : Surga yang mas.... tawarkan begitu indah, tapi maaf. Bukan surga itu yang aku rindukan. 
--------

Pada dasarnya, wanita mana yang begitu ikhlas untuk kali pertamanya untuk membagi suaminya dgn wanita lain. Apapun motif dan niat suaminya. Terlebih begitu mendadak, terkesan diam-diam , dan moment puzzle kehidupannya sedang dirundung pilu karena kepergian bapaknya yg juga ternyata menikahi wanita lain dgn niat membantu juga (dan ia baru mengetahuinya di hari wafat baoaknya). Perlu proses untuk memahaminya... proses untuk ikhlas.. meski itu berbalas surga. Tapi jika boleh memilih, bukan surga itu yang diinginkan.

Meski akhirnya... dengan ilmu n pemahaman agama yg ia punya, sang istri bisa bersikap lebih bijak.. ada moment dimana ia berusaha untuk ikhlas dan merasa *harus siap*. Meski ending film ini begitu membuatku haru lagi, bahwa istri ke&apos;2nyapun sadar bahwa ia seharusnya tak ada di sela sela cerita indah keluarga tersebut. Lalu istri k&apos;2 itupun mundur... (karena pada dasarnya, istri k&apos;2 inipun tak berambisi untyk menguasi suaminya saat itu. Ia cukup tau diri siapa ia, seorang wanita lemah yang belum mengenal Tuhannya, dan ditolong dgn cara dinikahi. Ya , itu membuatnya aman untuk yakin bisa melahirkan anak tanpa ayah itu ke bumi). 



**********************
Tapi, tiba-tiba sisi lain dari kegregetan diriku dalam mengomentari alur film itu muncul. Sebagai orang yg belajar ilmu psikologi, aku diajarkan untuk tak menilai seaeorang begitu saja, tapi harus mencari tahu kenapa akhirnya ia bisa berperilaki seperti itu. 

Aku yg ilmunya masih terbatas, mencoba berbaiksangka dgn ilmu psikologi yg aku sedang pelajari. 

Bahwa....

Terlepas dari begitu banyaknya komentar tentang *kenapa dia harus menikahi wanita itu.. kenapa gak gini aja.. kenapa ga gitu aja..* aku faham, keputusan suaminya saat itu bukanlah keputusan yang mudah. Ia punya pengalaman masa lalu yg sama, yg membuat ia terjebak dalam keputusannya untuk menikahi wanita itu. Ia trauma, ia tak siap harus melihat orang lain setelah ibunya, mati tepat didepan matanya sendiri. Ia tak siap harus membiarkan bayi yg ada didalam perut wanita itu, mati begitu saja. Ia tahu bagaimana rasanya tak hidup dengan orangtua. Ia tahu bagaimana rasanya kesepian. Aku mengerti ia terjebak dalam kisah masa lalunya. 
(Ya... ini hanya analisa sederhanaku, yg blm tentu benar. Lha wong film. Hehe. Yang jelas analisaku ini berlaku. Karena dari alur ceritanya aku sedikitpun tak menemukan motif negatif, bahkan sekedar hasrat awal pada calon istri k'2nya ini). 
<br>
Ambil hkmhnya, jgn modus lo.. para suami. Hehe 
Sekali lagi terimakasih, sudah memberi  ending film yang membuatku haru bahagia bunda...<

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU TENTANG CINTA

Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya. Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta? Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu? Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya ...

“MEMINTA YANG TERBAIK”

Kita sangat sadar bahwa kita adalah manusia yang memiliki banyak sekli keterbatasan. Kita terbatas pada perasaan kita yang kerap kali mengedepankan emosi belaka, kita juga terbatas pada pemikiran kita yang kerap kali mengedepankan logika semata. Pada akhirnya, kita sering khawatir akan segala hal yang melekat pada diri kita. Puncak dari kekhawatiran itu adalah kita senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap perjalanannya. Kita meminta yang terbaik menurut-Nya saja, karena pandangan-Nya, pilihan-Nya, pemberian-Nya tak akan pernah ada kesalahan sedikitpun. Kamu, apa juga begitu? Selalu meminta diberikan yang terbaik dalam setiap do’amu? Dalam kondisi tertentu, barangkali kita sering lupa akan do’a itu. Kita lupa, bahwa kita meminta yang terbaik bagi kehidupan kita, bukan meminta yang menyenangkan, bukan juga meminta yang membahagiakan, apalagi meminta yang menurut kita itu keren. Nah, aku ingin bertanya padamu, menurutmu do’amu untuk diberikan yang terbaik bagi kehidup...

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”

 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang. tapi apa harus begitu?- Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan? Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suk...