Langsung ke konten utama

“MEMINTA YANG TERBAIK”




Kita sangat sadar bahwa kita adalah manusia yang memiliki banyak sekli keterbatasan. Kita terbatas pada perasaan kita yang kerap kali mengedepankan emosi belaka, kita juga terbatas pada pemikiran kita yang kerap kali mengedepankan logika semata. Pada akhirnya, kita sering khawatir akan segala hal yang melekat pada diri kita. Puncak dari kekhawatiran itu adalah kita senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap perjalanannya. Kita meminta yang terbaik menurut-Nya saja, karena pandangan-Nya, pilihan-Nya, pemberian-Nya tak akan pernah ada kesalahan sedikitpun. Kamu, apa juga begitu? Selalu meminta diberikan yang terbaik dalam setiap do’amu?

Dalam kondisi tertentu, barangkali kita sering lupa akan do’a itu. Kita lupa, bahwa kita meminta yang terbaik bagi kehidupan kita, bukan meminta yang menyenangkan, bukan juga meminta yang membahagiakan, apalagi meminta yang menurut kita itu keren. Nah, aku ingin bertanya padamu, menurutmu do’amu untuk diberikan yang terbaik bagi kehidupanmu itu sudah tepat belum? Kalau menurutku yang banyak keterbatasan, kekurangan dan kelemahan, itu sudah tepat. Karena kalau aku, aku sadar betul bahwa aku tak punya kemurnian hati yang stabil untuk merasai sesuatu itu tepat atau tidak, aku juga tak memiliki kejernihan pikiran yang stabil untuk memutuskan sesuatu itu layak atau tidak. Dan ada banyak rahasia yang aku tak pandai mengetahuinya, sehingga aku yakin Allah satu-satunya Ahli dalam hal ini, dalam mengetahui segala sesuatu, maka meminta Ia pilihkan dan berikan yang terbaik adalah sebuah keniscayaan diri. Bukankah kamu sudah faham tentang sebuah kalamullah yang mengatakan “apa yang menurutmu baik, belum tentu baik menurutNya. Pun sebaliknya apa yang menurutmu buruk belum tentu buruk menurutNya”. Maka meminta yang terbaik adalah salah satu upaya untuk menjaga posisi kehambaan kita serta upaya untuk melindungi diri kita. Tapi silahkan, jika mau berdo’a diberikan yang menyenangkan dan membahagiakan. Barangkali kita akan mendapatkan yang membuat kita senang dan yang sesuai mau kita, tapi kita tidak punya jaminan apakah itu akan baik bagi hidup kita kedepannya? Apakah itu akan membentuk diri kita menjadi pribadi yang lebih bijak lagi? Begitulah hakikat dari “meminta yang terbaik menurutNya”.

Tapi disisi lain, sebagai manusia yang penuh keterbatasan tadi. Barangkali kita akan menemui kondisi dimana kita merasa kaget, sedih ketika ternyata ada hal yang sedikit menyayat hati kita. Rasanya wajar ya? Kalau mau menangis, menangislah. Tapi berusahalah untuk terus menjaga keyakinan bahwa “ketika kita meminta yang terbaik menurut-Nya, maka yang terjadi hari ini adalah yang lebih baik bagi kita menurutNya”. Barangkali kita hanya perlu waktu untuk memulihkan dan menata lagi segala tentang diri kita. Ya, waktu akan membantumu untuk pulih. Tak perlu menuntut segera, nikmatilah saja bagaimana rasanya berharap dalam kepadaNya, nikmati segala lelehan hangat dipipi itu, nikmati jemari yang menjadi piawai dalam merangkai hikmah, nikmatilah segalanya. Dan bersiap-siaplah untuk pulih dengan segala takdir terbaikNya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU TENTANG CINTA

Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya. Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta? Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu? Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya ...

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”

 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang. tapi apa harus begitu?- Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan? Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suk...