
Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta?
Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu?
Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya secukupnya dan tidak berlebih). Karena sesungguhnya energi cinta itu sangat besar. Kalau kata syiar “ cinta bisa merubah duri jadi mawar, pahit jadi manis”. Memang begitu ya? Semua yang dijalani dengan cinta selalu memiliki kekuatan tersendiri. Coba deh kita telusur yang pernah kita lalu di masa-masa silam dahulu.
Tapi jika hari ini kita bicara tentang cinta pada pasangan halal (suami-istri), maka kita bicara tidak bisa dari satu sudut pandang atau dari penilaian kita semata. Rasa rasanya terlalu banyak variabel yang membarenginya ya. Tapi yang jelas, selama itu bicara dan mendatangkan kebaikan, maka cinta itu layak diperjuangkan, sepakat kan?
Sebetulnya banyak pertanyaan berseliweran dipikiran dan hatiku tentang akhir cinta dari teman-teman kita para ayah bunda kita diluar sana yang akhirnya memilih (sadar tidak sadar) menyakiti pasangan, berkhianat hingga berpisah. Kita sebagai orang luar (pengamat saja) menjadi banyak menerka-nerka ; Keliatannya sempurna bahagia lengkap,tapi ternyata ada sesuatu ya? Usia pernikahannya sudah panjang anak-anak sudah besar tapi kenapa berpisah? Bukankah ketika mereka menikah, itu keputusan sadar mereka menemukan kenyamanan, tapi kenapa begitu? Dan lain-lainnya. Pada dasarnya Semua orang sepakat bahwa setiap orang punya ujiannya amsing-masing, begitupun dengan pernikahan pasti ada ujiannya masing-masing dan barangkali berbeda satu sama lainnya. Banyaknya pertanyaan yang berseliweran dipikiran dan hatiku itu mengantarkanku pada sebuah kesimpulan bahwa mungkin cinta mereka dulunya besar, dan jelas ada hal yang membuat cinta tersebut kini tidak pada tempatnya, yaitu barangkali minimnya ilmu.
“Barangkali cintamu besar, banyak tak kekurangan. Tapi, apakah ilmumu tentang cinta mengimbanginya?”
Ya, semua hal perlu ilmunya. Ilmu tentang cinta itu luas tak berbatas rasanya. Mulai dari mengenali dan memahami diri kita sendiri, hingga mengenali diri pasangan, komunikasi, hingga bagaimana kita berakhlak baik kepada pasangan kita. Ya, barangkali kita terlalu nyaman dan merasa cukup dengan banyaknya cinta yang kita punya di awal-awal itu dan kita lupa bahwa kita harus mencari dan menjaga ilmunya. Kita lupa menjaga cinta tersebut karena kita tidak sadar bahwa cinta bisa datang dan pergi tapi keputusan kita mengambil peran baik sebagai imam dan ma’mum itu jauh lebih penting dari sekedar datang dan pergi. Kita lupa memeliharanya dan kita lupa memperbaharuinya. Barangkali sejauh ini kita sombong sehingga lupa untuk menitipkan cinta kita ini kepada Allah, karena kita memiliki banyak sekali keterbatasannya. Mungkin iya, kita terlalu sombong untuk tidak merawat cinta kita dengan do’a dan ilmunya. Kita harus lebih serius hehe.
Semoga dimampukan menjaga setiap langkah dalam kisah pernikahannya ya teman-teman.
Komentar
Posting Komentar