Langsung ke konten utama

“SIMFONI KEHIDUPAN”





Beberapa hari menuju masa habis tahun 2013 ada beberapa kabar duka kematian yang cukup mengagetkan . Dimulai dari kawan lama yang kini tinggal jauh di sebrang pulau sana yang meninggal mendadak karena penyakit paru-paru, teh Yunda namanya. Lalu ustadzahku semasa kecil yang meninggal karena serangan jantung, ust. Bakri namanya. Lalu salah satu sahabat munsyid Bandung (edcoustic) yang meninggal karena mag akut, A deden namanya(Semoga Allah menerima amal-amal kalian, menghitung kebaikan-kebaikan yang terukir sebagai amal ibadah yang tak bersudah). Ah, sepertinya tak pantas aku menyebutnya “mengagetkan”, karena kini aku lebih faham bahwa kematian itu adalah sebuah rahasia Allah yang sudah direncanakan-Nya. Kematian datang tak melihat jenis kelamin, usia, pekerjaan, ibadah atau apapun, sehingga tak ada istilah “meninggal yang mendadak”. Hal ini hanya efek dari kekurangterlibatan kita saja dalam ceritanya .
Semua manusia akan menemui kematian dan bertemu kelak dengan Allah. Dengan cara apapun. Kematian seperti satu tujuan semua orang yang berantrian panjang sekali, barisan antrian tersebut dijaga sebelah kiri dan kanannya dengan sebuah tembok dan tak bisa diloncati sehingga semuanya tetap berada dalam barisan, ya semua menunggu antrian itu. Namun kehidupan tak sesederhana “hidup, beraktivitas, lalu mati”, tidak sesederhana itu !!! Karena kehidupan adalah sebuah goresan makna, sebuah pembuatan makna. Bagaimana cara kita memberi muatan makna positif atas aktifitas dalam langkah2 kita? Itu tergantung dari cara setiap orangnya.
Pernahkah kita berpikir atau mungkin sempat bermimpi jika nanti kita meninggal, kita ingin dikenang sebagai peribadi hangat ,yang semasa hidupnya dinilai sebagai pribadi yang terus belajar dan bermnfaat? Tentu! Rasanya itu dambaan setiap orang. Sehingga, orang-orang yang mendamba ini ia akan membuat hidupnya berarti. Hidup bukan sekedar hidup sekali, lalu mati. Tapi, hidup sekali, bermakna, lalu mati. Hidup bukan sekedar bagaimana caranya saya bisa bertahan hidup, tapi bagaimana caranya saya bisa menolong beberapa orang disekitar saya (semampu saya). Seperti sebuah hadist mengatakan “ khairunnas anfauhum linnas (sebai-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya)”. Kita tak lagi berpikir bahwa kita tak punya apa-apa, tapi yang kita pikirkan adalah apa yang bisa dilakukan dengan keadaan atau kemampuan yang hanya ini. Inilah yang namanya simfoni kehidupan. 

***

Terus berjuang, dear! Karena kehidupan bukan hanya tentangmu, tapi tentang orang- orang yang sama – sama sedang berjuang membaikkan dan memancarkan aura hidupnya. 

Jangan sampai kita bernyawa, tapi seperti mati. Kita hidup, tapi kita apatis terhadap lingkungan dan kebaikan-kebaikan yang menunggu ditebarkan.


Salam Karya
Nunik alhaya haurah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU TENTANG CINTA

Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya. Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta? Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu? Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya ...

“MEMINTA YANG TERBAIK”

Kita sangat sadar bahwa kita adalah manusia yang memiliki banyak sekli keterbatasan. Kita terbatas pada perasaan kita yang kerap kali mengedepankan emosi belaka, kita juga terbatas pada pemikiran kita yang kerap kali mengedepankan logika semata. Pada akhirnya, kita sering khawatir akan segala hal yang melekat pada diri kita. Puncak dari kekhawatiran itu adalah kita senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap perjalanannya. Kita meminta yang terbaik menurut-Nya saja, karena pandangan-Nya, pilihan-Nya, pemberian-Nya tak akan pernah ada kesalahan sedikitpun. Kamu, apa juga begitu? Selalu meminta diberikan yang terbaik dalam setiap do’amu? Dalam kondisi tertentu, barangkali kita sering lupa akan do’a itu. Kita lupa, bahwa kita meminta yang terbaik bagi kehidupan kita, bukan meminta yang menyenangkan, bukan juga meminta yang membahagiakan, apalagi meminta yang menurut kita itu keren. Nah, aku ingin bertanya padamu, menurutmu do’amu untuk diberikan yang terbaik bagi kehidup...

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”

 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang. tapi apa harus begitu?- Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan? Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suk...