Langsung ke konten utama

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”



 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang.
tapi apa harus begitu?-


Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan?

Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suka. Ada yang suka dengan kita, ada yang tidak. Ada yang suka dengan karya kita, ada yang tidak. Ada yang suka dengan keputusan kita ada yang tidak. Hidup memang bicara tentang hal-hal seperti itu, santai saja.

Pada setiap perbedaan itu, kita sampai pada sebuah titik bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Perbedaan mengajarkan kita untuk saling menghargai dan juga untuk bertahan dalam ujian. Kadang kala kita berpikir untuk menjadi sama untuk semua orang, supaya hidup kita harmoni tanpa ada pertentangan ataupun benih-benih pertengkaran. Tapi kita lupa bahwa barangkali hidup tanpa perbedaan tak akan ada seni dan tantangannya. Pada kenyataannya kita tak akan pernah bisa untuk membahagiakan semua orang. Kita tak akan pernah bisa mendapatkan ridha semua orang.

Jadi, santai saja. Kamu tidak harus bingung dan sakit untuk mengambil keputusan yang akan membahagiakan semua orang. ITU TIDAK MUNGKIN. Tenang saja, tak ada yang sempurna. Selama kamu yakin, kamu masih ada di alur yang gak Allah benci, melangkahlah terus dan berbahagialah.

Coba mana senyumannya ? Tuh kan, manisnya pas. Ga bikin diabetes, pun ga bikin hambar ^_^







Komentar

  1. Iya juga ya...susah kalo pengen semuanya....malah bikin kita galau..
    Kalo gt kita harus membahagiakan siapa dl? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bahagiakanlah dulu orang yg penting dalam hidup kita, namun setelah itu jadi pilihan, kita harus juga ingat mana yang urgent dan penting, sehingga kebermanfaatannya meluas. Kalau ternyata membahagiakan orang yg tidak kita kenal di jalanan raya itu manfaatnya tampaknya lebih terasa urgent, maka yakinlah mereka yg penting dalam hidupmu dan sudah satu frekuensi dgnmu, pasti akan setuju . Betul ga? :')

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU TENTANG CINTA

Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya. Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta? Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu? Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya ...

“MEMINTA YANG TERBAIK”

Kita sangat sadar bahwa kita adalah manusia yang memiliki banyak sekli keterbatasan. Kita terbatas pada perasaan kita yang kerap kali mengedepankan emosi belaka, kita juga terbatas pada pemikiran kita yang kerap kali mengedepankan logika semata. Pada akhirnya, kita sering khawatir akan segala hal yang melekat pada diri kita. Puncak dari kekhawatiran itu adalah kita senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap perjalanannya. Kita meminta yang terbaik menurut-Nya saja, karena pandangan-Nya, pilihan-Nya, pemberian-Nya tak akan pernah ada kesalahan sedikitpun. Kamu, apa juga begitu? Selalu meminta diberikan yang terbaik dalam setiap do’amu? Dalam kondisi tertentu, barangkali kita sering lupa akan do’a itu. Kita lupa, bahwa kita meminta yang terbaik bagi kehidupan kita, bukan meminta yang menyenangkan, bukan juga meminta yang membahagiakan, apalagi meminta yang menurut kita itu keren. Nah, aku ingin bertanya padamu, menurutmu do’amu untuk diberikan yang terbaik bagi kehidup...