Langsung ke konten utama

Belajar Pada Dewasa Sebelum Masanya


Mungkin kita sering melupakan, ada anak-anak diluar sana, yang idealnya menikmati masa bermain.
Justru harus memikul tanggungjawab, ia dewasa sebelum waktunya.
Menjadi tumpuan keluarga sebelum sebelum masanya .

Aku tertampar, dan amat halus. Melihat sebuah tayangan salah satu chanel televisi. Farhan namanya, 12 tahun usianya, tinggal dengan ke 2 adiknya, dan neneknya yang kiranya sudah mulai tak sehat jiwanya, tanpa ayah dan ibu serta saudara. Yang harus bekerja menghidupi ketiga orang tersebut, dengan memulung dan kuli sebisanya. Sekali lagi, farhan namanya, nama yang amat indah.


Semua begitu menguras air mata serta pilu. Mungkin kita atau ia pernah berujar “ kenapa hal ini harus menimpa”?, Ya, hanya Allah saja yang Maha Tahu, Yang juga Berhak memberikan surge padanya. Semua terjadi bukan tanpa alasan, justru dengan alasan yang sangat jelas, sudah Allah perhitungkan, hanya saja kita tak mengetahuinya.

Seharusnya ini menjadi sebuah kunci, untuk membuka mata hati kita, untuk membuka kesadaran kita, dan untuk membuka kembali fitrah kita. Kita yang seharusnya malu akan kemandirian diri yang masih berantakan saat ini. Kita yang seharusnya tak mau kalah, akan perjuangan dan semangat yang terus ia pelihara. Ya, kita seharusnya mengingat usia kita ini sudah amat menuntut kedewasaannya.

Mungkin kita bisa menangis… Alhamdulilah… semoga itu tanda iman kita masih terpatri. Tapi tengoklah apakah tangisan itu seketika akan menghilang, seiring waktu yang menyudahi tontonan hebat itu. Apakah seketika kita akan melupa jika tadi kita sempat terketuk nuraninya. Dan kita kembali pada diri kita yang selama ini begini adanya.

Ya, apapun itu. Itu adalah keputusan, bagaimana kita memberi respon pada lingkungan kita. Bagaimana kita menjaga apa yang harus kita jaga. Dan bagaimana kita menjadi diri terbaik, bukan sekedar menjadi diri sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU TENTANG CINTA

Apa itu Cinta? yang perlu kita fahami ketika membicarakan cinta, ialah cinta sesuai fitrahnya, kesuciannya, dan makna sebenarnya. Bukan cinta-cintaan (cinta buatan hehe) yang barangkali banyak disalah artikan maknanya dan penerapannya. Allah itu Maha Cinta, sepakat tidak? Ya, coba kita ingat-ingat lagi jika kita meyakini dan memahami dengan hati yang sepenuhnya, segala yang Allah berikan kepada kita selalu penuh dengan kebaikan. Allah menebarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, maka selayaknya kita sebagai hambaNya pun memiliki dan menebarkan cinta tersebut. Cinta = Kebaikan. Jika hari ini kita mengaku menebarkan cinta, menumbuhkan cinta, namun tidak terasa unsur kebaikannya, kebermanfaatannya, maka kita perlu memeriksa kembali, apakah betul itu cinta? Bagiku, cinta itu universal, maknanya umum. Bagimu apakah sama begitu? Cinta pada orang tua, pasangan halal, anak, keluarga, guru, murid bahkan pada pekerjaan yang kita jalankan serta cinta pada diri sendiri (asalkan porsinya ...

“MEMINTA YANG TERBAIK”

Kita sangat sadar bahwa kita adalah manusia yang memiliki banyak sekli keterbatasan. Kita terbatas pada perasaan kita yang kerap kali mengedepankan emosi belaka, kita juga terbatas pada pemikiran kita yang kerap kali mengedepankan logika semata. Pada akhirnya, kita sering khawatir akan segala hal yang melekat pada diri kita. Puncak dari kekhawatiran itu adalah kita senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap perjalanannya. Kita meminta yang terbaik menurut-Nya saja, karena pandangan-Nya, pilihan-Nya, pemberian-Nya tak akan pernah ada kesalahan sedikitpun. Kamu, apa juga begitu? Selalu meminta diberikan yang terbaik dalam setiap do’amu? Dalam kondisi tertentu, barangkali kita sering lupa akan do’a itu. Kita lupa, bahwa kita meminta yang terbaik bagi kehidupan kita, bukan meminta yang menyenangkan, bukan juga meminta yang membahagiakan, apalagi meminta yang menurut kita itu keren. Nah, aku ingin bertanya padamu, menurutmu do’amu untuk diberikan yang terbaik bagi kehidup...

“TAK MUNGKIN MEMBAHAGIAKAN SEMUA”

 -jika bisa, inginnya kita membahagiakan semua orang. tapi apa harus begitu?- Salah satu hakikat sebagai manusia sosial adalah setiap apa-apa yang dilakukannya pasti tidak lepas dari sorotan manusia yang lain, entah itu keluarga, kerabat, teman sekalipun orang yang baru kita temui saat itu. Sorotan tersebut biasanya berbentuk penilaian, entah penilaian yang sekedar keisengan sampai penilaian yang sangat serius. Kita sebagai objek yang menerima penilaian itupun memiliki sumber daya diri atau kapasitas cara menerima yang berbeda-beda, mulai dari mudah terpengaruh sampai tidak terpengaruh, bahkan penerimaan yang lemah hingga kuat. Tak masalah, setiap orang mengalaminya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing, bukan? Penilaian-penilaian itu biasanya berkaitan dengan banyak hal, kepentingan yang berbeda-beda, sudut pandang yang berbeda-beda bahkan hingga value yang berbeda-beda dari setiap orangnya. Penilaian itu pun biasanya mengandung unsur suka atau tidak suk...