@Spektrum warna kehidupan itu ada
Seperti anak kecil yang baru masuk dunia pendidikan yang baru dikenalnya. Itulah aku. Saat itu aku tak tahu banyak, masih suam untuk reaktif peka terhadap yang biru dan merah. Seperti anak itu, aku rentan terkontaminasi. Modal nekat dengan bismilah saja ^^.
Peristiwa demi peristiwa kucicipi seperti makanan, karena aku tertarik akan kemasan juga segala rupa daya tariknya. Peristiwa demi peristiwa kupelajari seperti modul, karena aku ingin tahu dan belajar lebih banyak lagi. Ada juga yang tak sengaja. Ah, tetap kusantunkan diriku untuk merasai ini, memaknai film ini, menyoroti satu demi satu sang tokohnya. Banyak peristiwa yang membuat aku schok. Membuat aku lebih memantaskan diri untuk diilhami kekuatan oleh Allah untuk menyegerakan diri mengambil keputusan. Ah, itu dia yang ingin aku bisa.
Perjalanan ini suram sobat, ketika kita dihadapkan sendiri dengan si merah. Tak mampu berkutik berarti mati, berani bertindak berarti nekat. Namun perjalanan ini begitu sejuk sobat, ketika kita dihadapkan sendiri dengan si biru. Tapi ingatlah, si biru bisa bereduksi menjadi merah. Maka mintalah pada Allah kita, untuk segera mungkin dimudahkan untuk mencitrai segala laku dan bahasa. Kita hanya bisa menerka dengan keterbatasan ilmu yang kita miliki, maka siapa yang bisa kita mintai ilmunya? Maha benar Allah, IA sungguh Akurat. Kita hanya bisa takut berburuk sangka, tapi sebenarnya kita takut, hanya berusaha memprotect diri saja. Kita hanya bisa berani berbaik sangka, tapi sebenarnya masih takut, takut terpeleset dalam kehedonisan itu. Maka bagaimana? Tak ada kepastian yang bisa kita rasakan selain dilema. Ketika saat itulah, saat berbagai peristiwa serasa tertarik pada magnet dalam diriku ini aku bersyukur, bersyukur karena telah diberi waktu untuk merasakan. Merasakan abstraknya. Ketika saat itulah, saat segala kekagetan menjadi fenomena, aku dituntut untuk bisa survive, hanya dengan satu keputusan. Ku katakana pada diriku bahwa aku sudah dewasa, maka bersegeralah mengambil keputusan. Keputusan yang sampai saat ini masih cerdas ku teguhkan, (ya, karena aku masih kaget). Bagi sebagian orang yang bukan tokoh utama, kupastikan mereka tak akan peduli, lebih lebih mereka tak memposisikan dirinya. ah, jujur saja. Aku masih dan selalu memerlukan Allah dalam setiap langkahku ini. Tetap yang aku minta “ Allahku, segerakanlah aku untuk pandai. Pandai memaknai desaign dan skenarioMu. Untuk lebih peka terhadap duri yang sangat kecil bahkan wangi setetes parfum yang menguap dalam 6 ruangan itu. Agar aku hanya terpeleset dan mampu bangun, bukan terjerumus dan terperangkap dalam jurang yang dalam”.
Ya, ternyata hidup ini penuh warna. Berhati’’lah terhadap warna itu.
LIBATKAN ALLAH KITA SELALU DALAM LANGKAH. SUNGGUH, BERSAMA ALLAH TAK AKAN PERNAH ADA JALAN BUNTU.
Yu’ minta Allah dan berikhtiar agar dipantaskan olehNya
Seperti anak kecil yang baru masuk dunia pendidikan yang baru dikenalnya. Itulah aku. Saat itu aku tak tahu banyak, masih suam untuk reaktif peka terhadap yang biru dan merah. Seperti anak itu, aku rentan terkontaminasi. Modal nekat dengan bismilah saja ^^.
Peristiwa demi peristiwa kucicipi seperti makanan, karena aku tertarik akan kemasan juga segala rupa daya tariknya. Peristiwa demi peristiwa kupelajari seperti modul, karena aku ingin tahu dan belajar lebih banyak lagi. Ada juga yang tak sengaja. Ah, tetap kusantunkan diriku untuk merasai ini, memaknai film ini, menyoroti satu demi satu sang tokohnya. Banyak peristiwa yang membuat aku schok. Membuat aku lebih memantaskan diri untuk diilhami kekuatan oleh Allah untuk menyegerakan diri mengambil keputusan. Ah, itu dia yang ingin aku bisa.
Perjalanan ini suram sobat, ketika kita dihadapkan sendiri dengan si merah. Tak mampu berkutik berarti mati, berani bertindak berarti nekat. Namun perjalanan ini begitu sejuk sobat, ketika kita dihadapkan sendiri dengan si biru. Tapi ingatlah, si biru bisa bereduksi menjadi merah. Maka mintalah pada Allah kita, untuk segera mungkin dimudahkan untuk mencitrai segala laku dan bahasa. Kita hanya bisa menerka dengan keterbatasan ilmu yang kita miliki, maka siapa yang bisa kita mintai ilmunya? Maha benar Allah, IA sungguh Akurat. Kita hanya bisa takut berburuk sangka, tapi sebenarnya kita takut, hanya berusaha memprotect diri saja. Kita hanya bisa berani berbaik sangka, tapi sebenarnya masih takut, takut terpeleset dalam kehedonisan itu. Maka bagaimana? Tak ada kepastian yang bisa kita rasakan selain dilema. Ketika saat itulah, saat berbagai peristiwa serasa tertarik pada magnet dalam diriku ini aku bersyukur, bersyukur karena telah diberi waktu untuk merasakan. Merasakan abstraknya. Ketika saat itulah, saat segala kekagetan menjadi fenomena, aku dituntut untuk bisa survive, hanya dengan satu keputusan. Ku katakana pada diriku bahwa aku sudah dewasa, maka bersegeralah mengambil keputusan. Keputusan yang sampai saat ini masih cerdas ku teguhkan, (ya, karena aku masih kaget). Bagi sebagian orang yang bukan tokoh utama, kupastikan mereka tak akan peduli, lebih lebih mereka tak memposisikan dirinya. ah, jujur saja. Aku masih dan selalu memerlukan Allah dalam setiap langkahku ini. Tetap yang aku minta “ Allahku, segerakanlah aku untuk pandai. Pandai memaknai desaign dan skenarioMu. Untuk lebih peka terhadap duri yang sangat kecil bahkan wangi setetes parfum yang menguap dalam 6 ruangan itu. Agar aku hanya terpeleset dan mampu bangun, bukan terjerumus dan terperangkap dalam jurang yang dalam”.
Ya, ternyata hidup ini penuh warna. Berhati’’lah terhadap warna itu.
LIBATKAN ALLAH KITA SELALU DALAM LANGKAH. SUNGGUH, BERSAMA ALLAH TAK AKAN PERNAH ADA JALAN BUNTU.
Yu’ minta Allah dan berikhtiar agar dipantaskan olehNya
Komentar
Posting Komentar